Bontang, 24 Oktober 2025 – Lapangan SMPN 9 Bontang pada hari Jumat, 24 Oktober 2025, menjadi saksi bisu dari kegiatan literasi yang berbeda dan penuh makna. Di bawah koordinasi Ibu Musni, S. Pd (Kepala Perpustakaan SMPN 9 Bontang), para siswa kelas 8 menampilkan serangkaian pementasan mini teater dengan mengangkat tema besar “Penyalahgunaan Media Sosial terhadap Remaja”. Acara yang dipandu oleh MC Indah adzahra dari kelas 7C ini sukses memukau penonton dengan cerita-cerita yang relevan dan pesan moral yang kuat.
Empat grup teater dari kelas 8 mempresentasikan naskah drama hasil karya mereka sendiri, yang semuanya menyoroti dampak negatif dari penggunaan gadget dan media sosial yang tidak bijak.

1. Bahaya Gadget (The Forteena Theater – Kelas 8B) Grup pertama, The Forteena Theater dari kelas 8B, membawakan drama berjudul “Bahaya Gadget”. Pementasan ini mengisahkan Irfan yang terjerumus ke dalam kebiasaan buruk akibat gadget, mulai dari bolos sekolah, minum-minuman keras, hingga judi online (judol) yang berujung pada pencurian emas milik ibunya. Klimaks cerita terjadi saat Irfan membentak ibunya yang syok hingga pingsan setelah mengetahui perbuatan anaknya. Pesan moral yang ditekankan adalah “Kita harus bijak dalam menggunakan gadget.”




2. Antara Layar dan Hati (Six Seven Theater – Kelas 8D) Kelas 8D dengan grup Six Seven Theater menampilkan drama “Antara Layar dan Hati”. Cerita berfokus pada Fira, seorang siswi yang menjadi korban bullying di dunia nyata, yang kemudian diperburuk dengan unggahan foto di media sosial oleh para pembullinya. Fira pun menjadi sasaran bully daring dari teman-temannya. Kehadiran guru yang memberikan nasihat menjadi penutup cerita ini. Pesan moral dari grup ini mengingatkan kita “agar tidak tenggelam di dunia maya, karena di dunia nyata pun banyak cinta dan perhatian yang nyata.”



3. Cyber Bullying Berujung Tragedi (Amuzing Theater – Kelas 8A) Kisah paling menyentuh datang dari kelas 8A dengan grup Amuzing Theater, yang membawakan drama “Cyber Bullying Berujung Tragedi”. Drama ini menceritakan Pio, seorang kreator konten yang dituduh menjiplak karya, lalu mendapatkan hujatan masif (cyberbullying) di media sosial. Tekanan yang tak tertahankan mendorong Pio untuk mengakhiri hidupnya, meninggalkan surat terakhir yang mengharukan. Melalui kisah ini, disampaikan pesan moral yang mendalam: “Kata-kata di media sosial bisa menjadi senjata. Mari kita gunakan jari kita untuk hal-hal positif.”


4. Jejak Digital di Bangku Sekolah (The Legend Theater – Kelas 8C) Terakhir, grup The Legend Theater dari kelas 8C menampilkan “Jejak Digital di Bangku Sekolah”. Drama ini menyoroti Alfin yang mengajak adik kelasnya, Kalifa, untuk minum-minuman keras. Meskipun sempat diperingatkan, mereka kembali mengulangi perbuatan tersebut. Puncaknya, aksi mereka direkam oleh teman dan dilaporkan kepada guru, Ibu Nabila. Drama diakhiri dengan pemanggilan polisi dan penangkapan para pelaku, menunjukkan konsekuensi nyata dari perbuatan di dunia maya dan nyata. Pesan moral mereka: “Bergaullah dengan bijak, gunakan media sosial dengan bijak.”




Kegiatan mini teater ini tidak hanya menjadi wadah ekspresi seni siswa, tetapi juga berfungsi sebagai media literasi yang efektif untuk menyampaikan edukasi tentang bahaya penyalahgunaan teknologi dan pentingnya etika berinteraksi di dunia maya. Diharapkan, pementasan ini dapat menjadi refleksi bagi seluruh warga sekolah untuk lebih bijak dan bertanggung jawab dalam menggunakan gadget dan media sosial.